Rabu, 12 Desember 2012
Minggu, 09 Desember 2012
Tinjomoyo Semarang
Model : Desy
Lokasi : Tinjomoyo, Semarang
Kamera : Nikon D3000
Lensa : Tamron 70-300 mm
Silahkan kritik foto ini... terimakasih
Selasa, 15 Mei 2012
Kisah Menteri BUMN Dahlan Iskan Sidak ke Bandara SOETTA
Minggu, pukul 06.00 wib, saat jalanan di
Jakarta masih lengang, mobil Mercy L 1 JP melaju kencang menuju bandara
Soekarto Hatta. Penumpangnya hanya berempat. Pak Menteri BUMN aku dan
pak Jusak. Pak Dis duduk di depan kiri berdampingan dengan Zahidin,
sopir pribadinya. Sedangkan aku dan pak Jusak, duduk di belakang. Kami
berdua seperti juragan di mobil mewah itu. Terlihat beberapa botol air
mineral dan camilan kecil tersedia rapi. Juga ada permen. ''Kita
berangkat pagi, karena aku pingin mampir ATC (Auto Traffic Control) di
Soeta,'' kata pak menteri sambil menggulung lengan hem bergaris-garis
warna biru yang dikenakan. Sesegera mungkin, tas kopor kutarik dan
kumasukkan ke dalam bagasi mobil berwarna hitam metalik itu.
Sepinya jalanan ibukota, membuat Zahidin tancap gas full. Tidak sampai 1 jam, perjalanan menuju bandara Soeta dari Capital Residence, dilalui tanpa hambatan. Lucunya, saat sampai di pintu gerbang Perum Angkasa Pura (PAP), mobil melaju pelan. Pak menteri bergegas menurunkan kaca sambil menyapa sekurity dan satpam yang tengah berjaga. ''Pagi, pak. Permisi, ya'' sapa pak Dis dengan ramah. Belum sempat menjawab, mobil yang membawa kita melaju menuju sebuah gedung paling ujung. Rupanya gedung ini adalah tempat paling vital milik PAP. Karena di gedung inilah letak berbagai mesin pengontrol lalu lintas udara yang ada di bandara Soeta.
Belum sampai di tempat parkir, terdengar peluit dari security yang kita lalui. Dari belakang, kulihat petugas jaga yang ada di pos, berlari-lari menghampiri mobil kami. Dengan wajah garang, seorang petugas berbadan agak tambun menyuruh mobil kami kembali. Alasannya, tempat terlarang dan tidakb oleh sembarangan orang masuk. Untuk urusuan itu, pak Dis menyerahkan pada Zahidin. Sepintas, kulihat ada adu argumentasi antara sopir pribadi pak Dis dengan petugas security. Sedangkan Pak Jusak buru-buru mencari toilet. Apa yang terjadi, aku tidak tahu pasti. Bagiku, mengikuti langkah pak Dis yang sangat cepat, lebih penting. Setengah berlari, kuikuti langkah pak Dis menuju sebuah gedung yang salah satu mejanya bertuliskan receptionis. ''Pagi, Assalamulaikum, permisi,'' sapa pak Dis. Ternyata, ruangan itu kosong. Tak ada jawaban. Namun demikian, Pak Dis tetap bertahan dan berusaha memasuki ruang demi ruang yang ada sambil melihat-lihat keadaan. Kotor dan perlatan kantor berserakan tidak pada tempatnya. Disamping itu, terlihat meja kerja maupun meja tamu, terdapat botol air menieral, bekas piring makan dan satu lagi, asbak penuh puntung rokok. Padahal, ruangan itu full AC. Dingiiiiiin.
Bagiku, ini aneh. Meskipun minggu dikenal hari libur bagi masyarakat umum, tidak demikian dengan PAP dan dunia airline. Hari libur, justru hari-hari sibuk bagi instansi yang ada dalam salahs atu BUMN tersebut. Makanya, ada 3 shif yang diberlakukan bagi karyawannya di bagian ini. Belum tuntas keanehanku, muncul suara nyanyian dari laki-laki yang ada di dalam ruangan yang ada di televisinya itu. Akupun kembali mengeraskan suaraku mengucapkan salam. Bukan jawaban salam, yang kuterima, malah semprotan sinis. ''Siapa sih lo, pagi-pagi gini. Berisik amat,'' demikian jawab laki-laki berseragam dengan wajah ketus. Begitu melihat wajahku, laki-laki lain muncul dengan suara tak kalah garang. ''Siapa yang suruh masuk ke sini,'' katanya dengan suara lebih keras. Akupun tak mau kalah. ''Mana bosmu, pak menteri pingin ketemu,'' jawabku dengan tak kalah garang. MEndengar suara galakku, laki-laki yang ada di dalam, ikutan keluar. Sampai akhirnya ada lima orang lelaki yang bersiap menghadapiku. Saat kutoleh ke belakang, pak Dis buru-buru beranjak pergi. Pak Dis keluar dan mencari-cari sendiri ruangan ATC. Akupun bergegas mengikuti langkah gesitnya. ''Lho, bukannya itu pak Dahlan Iskan ya,'' kata dua petugas yang masih muda dan ganteng. Tanpa menjawab, akupun pergi berlari menguntit langkah pak Dis dari belakang.
Kulihat, ada perubahan wajah pak Dis dari yang sebelumnya ramah, agak kecut. HP blakberr warna hitam dikeluarkan dan memencet nomor telepon. Sambil terus berjalan, pak Dis menelepon seseorang. ''Assalamulaikum, selamat pagi mas. Mohon maaf, mengaanggu libur anda ya. Sory, nih, saya nuwun sewu, dan kulo nuwun, ingin melihat ATC. Melihat komputer yang baru kita beli kemarin. Nuwun sewu lho, mas,'' ucap pak menteri. Rupanya, pak Dis menelpon bos PAP yang tengah menikmati libur minggu. ''Tidak usah, tidak usah. Biar saya sendiri saja yang mencari. Saya sudah ada di dalam kantor anda kok ini. Cuma mencari-cari belum ketemu,'' ucap pak menteri sambil terus membuka-buka pintu ruangan yang dilalui. Rupanya, sebelum itu, pak Dis sudah pernah berkunjung. Hanya saja, lupa tempatnya. Meski demikian, pak Dis tidak putus asa. SAmpai akhirnya, ada ruangan yang bertuliskan ATC. Bergegas, pak Dis masuk. ''Nah, ini dia,'' ucapnya dengan wajah berbinar.
Akupun mengikuti langkah pakDis. BEnar. Di ruangan yang agak tersembunyi itu, terdapat sebuah ruangan khusus. Di dalam ruangan itu ada beberapa orang bekerja. Sambil mengucapkan salam, pak Dis menyalami satu persatu karyawan yang tengah bertugas. Tentu saja mereka kaget. Tidak mengira, jika ruangan mereka dikunjungi menteri. Beberapa orang yang tadinya santai, terlihat kembali ke komputernya. Begitu juga yang tengah merokok, meletakkan putung rokoknya di asbak yang ada di sampingnya. ''Wah, nglembur ya. Maaf, saya menganganggu,'' ucap pak Dis sambil bertanya-tanya pada karyawan yang berkerja kala itu. Setelah meminta penjelasan bagian apa ruangan yang tengah didatangi, pak Dis minta ditunjukkan tangga menuju tower ATC. ''Wah, disini perokok semua ya,'' kata pak Dis setengah menyindir. Kudengar ada yang menjawab dan ada yang membisu, sambil mematikan putung rokoknya. Beberapa orang, kulihat sibuk menelepon. Entah siapa yang ditelepon.
Pastinya, ada dua orang lelaki yang memperkenalkan diri sebagai supervisor menjadi penunjuk jalan menuju tower. Kamipun berjalan menuju ruangan yang ditunjukkan. ''Di sini pak. Mari,'' ucap lelaki bertubuh tegap yang mengenakan hem kuning muda. Di depan pintu masuk ruangan itu, terdapat tulisan ''dilarang masuk'' dan tulisan ''steril''. SElain itu juga ada tulisan ''jagalah kebersihan''.
Karena tempatnya steril, tanpa diminta pak Dis mencopot sepatu ketsnya. Apalagi di tempat itu juga terdapat rak sepatu. ''Di sini tidak sembarang orang boleh masuk, pak,'' kata petugas tadi menjelaskan ruangan khusus itu. Pak Dis hanya manggut-manggut. Setelah itu, kami diajak naik ke sebuah tangga. Kalau tidak salah, ada 10 anak tangga yang kami naiki. Di ujung anak tangga, terdapat sebuah ruangan yang dipintunya bertuliskan ''yang tidak berkepentingan di larang masuk''. Rupanya, kita diajak ke sebuah ruangan kontrol yang seluruh ruangannya full komputer. Suasananya ramai. Sedikitnya ada 30 komputer berbagai ukuran. Masing-masing komputer ada seorang operatornya. Cuma sayang, ruangan yang super dingin itu tidak sesteril, seperti selogan yang dituliskan. Buktinya, di samping meja komputer, ada beberapa makanan. Mulai makanan kecil, sampai piring bekas makan mie. Tragisnya, ruangan ber suhu super dingin itu terdapat beberapa asbak ukuran 1 meter. Sangat kontradiksi, memang.
Sepinya jalanan ibukota, membuat Zahidin tancap gas full. Tidak sampai 1 jam, perjalanan menuju bandara Soeta dari Capital Residence, dilalui tanpa hambatan. Lucunya, saat sampai di pintu gerbang Perum Angkasa Pura (PAP), mobil melaju pelan. Pak menteri bergegas menurunkan kaca sambil menyapa sekurity dan satpam yang tengah berjaga. ''Pagi, pak. Permisi, ya'' sapa pak Dis dengan ramah. Belum sempat menjawab, mobil yang membawa kita melaju menuju sebuah gedung paling ujung. Rupanya gedung ini adalah tempat paling vital milik PAP. Karena di gedung inilah letak berbagai mesin pengontrol lalu lintas udara yang ada di bandara Soeta.
Belum sampai di tempat parkir, terdengar peluit dari security yang kita lalui. Dari belakang, kulihat petugas jaga yang ada di pos, berlari-lari menghampiri mobil kami. Dengan wajah garang, seorang petugas berbadan agak tambun menyuruh mobil kami kembali. Alasannya, tempat terlarang dan tidakb oleh sembarangan orang masuk. Untuk urusuan itu, pak Dis menyerahkan pada Zahidin. Sepintas, kulihat ada adu argumentasi antara sopir pribadi pak Dis dengan petugas security. Sedangkan Pak Jusak buru-buru mencari toilet. Apa yang terjadi, aku tidak tahu pasti. Bagiku, mengikuti langkah pak Dis yang sangat cepat, lebih penting. Setengah berlari, kuikuti langkah pak Dis menuju sebuah gedung yang salah satu mejanya bertuliskan receptionis. ''Pagi, Assalamulaikum, permisi,'' sapa pak Dis. Ternyata, ruangan itu kosong. Tak ada jawaban. Namun demikian, Pak Dis tetap bertahan dan berusaha memasuki ruang demi ruang yang ada sambil melihat-lihat keadaan. Kotor dan perlatan kantor berserakan tidak pada tempatnya. Disamping itu, terlihat meja kerja maupun meja tamu, terdapat botol air menieral, bekas piring makan dan satu lagi, asbak penuh puntung rokok. Padahal, ruangan itu full AC. Dingiiiiiin.
Bagiku, ini aneh. Meskipun minggu dikenal hari libur bagi masyarakat umum, tidak demikian dengan PAP dan dunia airline. Hari libur, justru hari-hari sibuk bagi instansi yang ada dalam salahs atu BUMN tersebut. Makanya, ada 3 shif yang diberlakukan bagi karyawannya di bagian ini. Belum tuntas keanehanku, muncul suara nyanyian dari laki-laki yang ada di dalam ruangan yang ada di televisinya itu. Akupun kembali mengeraskan suaraku mengucapkan salam. Bukan jawaban salam, yang kuterima, malah semprotan sinis. ''Siapa sih lo, pagi-pagi gini. Berisik amat,'' demikian jawab laki-laki berseragam dengan wajah ketus. Begitu melihat wajahku, laki-laki lain muncul dengan suara tak kalah garang. ''Siapa yang suruh masuk ke sini,'' katanya dengan suara lebih keras. Akupun tak mau kalah. ''Mana bosmu, pak menteri pingin ketemu,'' jawabku dengan tak kalah garang. MEndengar suara galakku, laki-laki yang ada di dalam, ikutan keluar. Sampai akhirnya ada lima orang lelaki yang bersiap menghadapiku. Saat kutoleh ke belakang, pak Dis buru-buru beranjak pergi. Pak Dis keluar dan mencari-cari sendiri ruangan ATC. Akupun bergegas mengikuti langkah gesitnya. ''Lho, bukannya itu pak Dahlan Iskan ya,'' kata dua petugas yang masih muda dan ganteng. Tanpa menjawab, akupun pergi berlari menguntit langkah pak Dis dari belakang.
Kulihat, ada perubahan wajah pak Dis dari yang sebelumnya ramah, agak kecut. HP blakberr warna hitam dikeluarkan dan memencet nomor telepon. Sambil terus berjalan, pak Dis menelepon seseorang. ''Assalamulaikum, selamat pagi mas. Mohon maaf, mengaanggu libur anda ya. Sory, nih, saya nuwun sewu, dan kulo nuwun, ingin melihat ATC. Melihat komputer yang baru kita beli kemarin. Nuwun sewu lho, mas,'' ucap pak menteri. Rupanya, pak Dis menelpon bos PAP yang tengah menikmati libur minggu. ''Tidak usah, tidak usah. Biar saya sendiri saja yang mencari. Saya sudah ada di dalam kantor anda kok ini. Cuma mencari-cari belum ketemu,'' ucap pak menteri sambil terus membuka-buka pintu ruangan yang dilalui. Rupanya, sebelum itu, pak Dis sudah pernah berkunjung. Hanya saja, lupa tempatnya. Meski demikian, pak Dis tidak putus asa. SAmpai akhirnya, ada ruangan yang bertuliskan ATC. Bergegas, pak Dis masuk. ''Nah, ini dia,'' ucapnya dengan wajah berbinar.
Akupun mengikuti langkah pakDis. BEnar. Di ruangan yang agak tersembunyi itu, terdapat sebuah ruangan khusus. Di dalam ruangan itu ada beberapa orang bekerja. Sambil mengucapkan salam, pak Dis menyalami satu persatu karyawan yang tengah bertugas. Tentu saja mereka kaget. Tidak mengira, jika ruangan mereka dikunjungi menteri. Beberapa orang yang tadinya santai, terlihat kembali ke komputernya. Begitu juga yang tengah merokok, meletakkan putung rokoknya di asbak yang ada di sampingnya. ''Wah, nglembur ya. Maaf, saya menganganggu,'' ucap pak Dis sambil bertanya-tanya pada karyawan yang berkerja kala itu. Setelah meminta penjelasan bagian apa ruangan yang tengah didatangi, pak Dis minta ditunjukkan tangga menuju tower ATC. ''Wah, disini perokok semua ya,'' kata pak Dis setengah menyindir. Kudengar ada yang menjawab dan ada yang membisu, sambil mematikan putung rokoknya. Beberapa orang, kulihat sibuk menelepon. Entah siapa yang ditelepon.
Pastinya, ada dua orang lelaki yang memperkenalkan diri sebagai supervisor menjadi penunjuk jalan menuju tower. Kamipun berjalan menuju ruangan yang ditunjukkan. ''Di sini pak. Mari,'' ucap lelaki bertubuh tegap yang mengenakan hem kuning muda. Di depan pintu masuk ruangan itu, terdapat tulisan ''dilarang masuk'' dan tulisan ''steril''. SElain itu juga ada tulisan ''jagalah kebersihan''.
Karena tempatnya steril, tanpa diminta pak Dis mencopot sepatu ketsnya. Apalagi di tempat itu juga terdapat rak sepatu. ''Di sini tidak sembarang orang boleh masuk, pak,'' kata petugas tadi menjelaskan ruangan khusus itu. Pak Dis hanya manggut-manggut. Setelah itu, kami diajak naik ke sebuah tangga. Kalau tidak salah, ada 10 anak tangga yang kami naiki. Di ujung anak tangga, terdapat sebuah ruangan yang dipintunya bertuliskan ''yang tidak berkepentingan di larang masuk''. Rupanya, kita diajak ke sebuah ruangan kontrol yang seluruh ruangannya full komputer. Suasananya ramai. Sedikitnya ada 30 komputer berbagai ukuran. Masing-masing komputer ada seorang operatornya. Cuma sayang, ruangan yang super dingin itu tidak sesteril, seperti selogan yang dituliskan. Buktinya, di samping meja komputer, ada beberapa makanan. Mulai makanan kecil, sampai piring bekas makan mie. Tragisnya, ruangan ber suhu super dingin itu terdapat beberapa asbak ukuran 1 meter. Sangat kontradiksi, memang.
STRES
Melihat ini semua, pak Dis bertanya-tanya. ''Kenapa masih ada rokok dan bekas makanan di ruangan ini? Katanya steril,'' ucap pak Dis serius. Kulihat, leki-laki yang mengaku supervisor itu gelagapan. ''Oh, iya pak. Rokok itu untuk menghilangkan stres saja. Kalau tidak, temen-teman tidak bisa konsentrasi dalam memantau jalur-jalu penerbangan,'' jawab lelaki itu sekenanya. ''Oh, gitu ya. Kalau stres ya gak usah bekerja saja. Cukup di rumah. Di sini kan butuh orang sehat. Bukan untuk orang stres,'' jawab pak Dis tak mau kalah. Melihat jawaban itu, lelaki tadi tersenyum kecut. ''Iya, pak. Siap,'' jawabnya dengan wajah pucat. ''Tolong ya, pak. yang stres diistirahatkan saja,'' tambah pak Dis. Setelah itu, pak Dis minta penjelasan tentang komputer raksasa yang baru saja didatangkan oleh kementeriannya. Setelah itu, pak Dis berkeliling dan melihat sekeliling. Begitu melihat ada piring makan, sendok, mangkuk dan beberapa bekas pembungkus mie, pak Dis berucap lagi. ''Lebih komplit disini, dibuka kantin atau resto ya,'' ucapnya sinis. Sindiran ini ternyata direspon positif. Buktinya, beberapa lelaki yang sebelumnya mengikuti langkah kita, buru-buru menugasi kawannya membersihkan bekas makanan, piring atau apa saja yang ada di meja sekitar komputer. Akupun hanya senyum-senyum melihat karyawan di bagian komputer itu kelabakan.
KONSER
Puas berkeliling, pak Dis minta ditunjukkan tower tempat mesin ATC berada. SEsuai namanya, Tower ini merupakan bagian tertinggi yang ada di bandara Soeta. Tower inilah tempat paling vital dari setiap bandara. Karena di tempat inilah komunikasi antara petugas dengan pilot pesawat untuk minta ijin landing atau take off pesawat. Sial. Meskipun tempat ini bisa dikatakan jantungnya bandara, tidak seperti yang digambarkan. Super sterilnya tidak tampak. Putung rokok juga masih ada di beberapa tempat. Bahkan, sebuah asbak tinggi, juga disiapkan. Pak menteri, kembali kecewa. Peralatan serba canggih dan super mahal, tidak diimbangi dengan atitu operatornya. Ketka ditanya mengapa masih ada putung dan asbak, petugas tadi berkata lugu.
''Biasanya kalau teman-teman panik, pelampiasannya memukul-mukul berbagai alat yang ada untuk pelampiasan kegalauan sambil menyanyi-nyanyi, pak. Apalagi jika cuacanya buruk seperti akhir-akhir ini,'' ujar petugas yang bertanggung jawab di bagian tower. Pak Dis pun mendengar dengan serius jawaban petugas tersebut. ''Oh begitu. Bagus, bagus,'' jawab menteri kelahiran Takeran sambil mengangguk-anggukkan kepala. Sejenak, pak Dis minta penjelasan secara rinci, bagaimana dan apa keluhan yang dirasakan karyawan di bagian tower itu. Puas, pak Dis mengajak beberapa supervisor turun. Di sebuah ruangan kecil, pak Dis mengatakan, bahwa semua keluhan akan ditindak lanjuti. Utamanya, masalah stres dan menabuh bunyi-bunyian di bagian tower sebagai pelampiasan kegalauan karyawan.
''Ita, tolong, bapak-bapak ini anda beri penjelasan, bagaimana kinerja kita di Jawa Pos dulu. Bila perlu, besok, yang dibagian tower dibuatkan orkestra untuk konser musik. Anda kan mantan wartawan musik toh, jadi gampang untuk mengatur mereka,'' kata pak Dis kepadaku. Mendengar ucapan pak Dis kepadaku, beberapa supervisor tadi hanya menganggukkan kepala.
Jelas sekali, jika pak Dis kecewa. Jelas, bila pak menteri gundah.
DOSEN
Sampai akhirnya, akupun angkat bicara. Pada saat pak menteri mengenakan sepatu, akupun memberi pencerahan. Seperti seorang guru, akupun mengisahkan bagaimana sterilnya ruangan redaksi Jawa Pos. BApak-bapak, kataku memulai ''ceramah'' kecil''. Di Jawa Pos, peralatannya juga canggih karena ada alat cetak jarah jauh dan lain sebagainya yangberkaitan dengan satelit. Untuk menjaga itu semua, bukan berarti karyawan yang merokok tidak boleh merokok. Boleh. Asalkan di luar ruangan. Begitu juga dengan makan. Semuanya boleh dilakukan. Karena merupakan kebutuhan utama manusia. Namun, semuanya itu harus dilakukan pada tempatnya. Untuk merokok, haruslah di luar ruangan. Di dalam ruang redaksi, harus steril. Jadi, kataku lebih lanjut, tolong, di sediakan ruangan merokok bagi yang merokok. Sehingga, selain ruangan ber AC jadi segar dan bersih, peralatan super canggih yang dibelikan dengan uang rakyat bisa diperlihara dengan aman. Melihat aku berceramah seperti dosen di depan mahasiswa, pak Dis menahan senyum sambil pura-pura sibuk membetulkan tali sepatunya. Oalah....rek....rek. Dadi opo aku iki. Setelah itu, kamipun pamitan pulang. Di tengah perjalanan menuju mobil, kulihat ada seorang pejabat yang buru-buru hendak menemui kami. ''Mana pak menteri Dahlan,'' tanyanya kepadaku. Akupun segera menunjukkan dengan tanganku ke arah belakang. Kulihat pak Dis sibuk menelpon di temani tiga orang supervisor yang tadi kukuliahi. Sayup-sayup, ku dengar, pejabat yang berlari-lari itu meminta maaf pada pak Dis karena keterlambatannya itu. ''Maaf pak. Tadi saya ada di tempat lain,'' ucapnya memberi alasan. Akupun berlari menuju toilet karena dinginnya ruangan ''steril'' tersebut.
(bandara Soekarno-Hatta medio februari 2012)
Melihat ini semua, pak Dis bertanya-tanya. ''Kenapa masih ada rokok dan bekas makanan di ruangan ini? Katanya steril,'' ucap pak Dis serius. Kulihat, leki-laki yang mengaku supervisor itu gelagapan. ''Oh, iya pak. Rokok itu untuk menghilangkan stres saja. Kalau tidak, temen-teman tidak bisa konsentrasi dalam memantau jalur-jalu penerbangan,'' jawab lelaki itu sekenanya. ''Oh, gitu ya. Kalau stres ya gak usah bekerja saja. Cukup di rumah. Di sini kan butuh orang sehat. Bukan untuk orang stres,'' jawab pak Dis tak mau kalah. Melihat jawaban itu, lelaki tadi tersenyum kecut. ''Iya, pak. Siap,'' jawabnya dengan wajah pucat. ''Tolong ya, pak. yang stres diistirahatkan saja,'' tambah pak Dis. Setelah itu, pak Dis minta penjelasan tentang komputer raksasa yang baru saja didatangkan oleh kementeriannya. Setelah itu, pak Dis berkeliling dan melihat sekeliling. Begitu melihat ada piring makan, sendok, mangkuk dan beberapa bekas pembungkus mie, pak Dis berucap lagi. ''Lebih komplit disini, dibuka kantin atau resto ya,'' ucapnya sinis. Sindiran ini ternyata direspon positif. Buktinya, beberapa lelaki yang sebelumnya mengikuti langkah kita, buru-buru menugasi kawannya membersihkan bekas makanan, piring atau apa saja yang ada di meja sekitar komputer. Akupun hanya senyum-senyum melihat karyawan di bagian komputer itu kelabakan.
KONSER
Puas berkeliling, pak Dis minta ditunjukkan tower tempat mesin ATC berada. SEsuai namanya, Tower ini merupakan bagian tertinggi yang ada di bandara Soeta. Tower inilah tempat paling vital dari setiap bandara. Karena di tempat inilah komunikasi antara petugas dengan pilot pesawat untuk minta ijin landing atau take off pesawat. Sial. Meskipun tempat ini bisa dikatakan jantungnya bandara, tidak seperti yang digambarkan. Super sterilnya tidak tampak. Putung rokok juga masih ada di beberapa tempat. Bahkan, sebuah asbak tinggi, juga disiapkan. Pak menteri, kembali kecewa. Peralatan serba canggih dan super mahal, tidak diimbangi dengan atitu operatornya. Ketka ditanya mengapa masih ada putung dan asbak, petugas tadi berkata lugu.
''Biasanya kalau teman-teman panik, pelampiasannya memukul-mukul berbagai alat yang ada untuk pelampiasan kegalauan sambil menyanyi-nyanyi, pak. Apalagi jika cuacanya buruk seperti akhir-akhir ini,'' ujar petugas yang bertanggung jawab di bagian tower. Pak Dis pun mendengar dengan serius jawaban petugas tersebut. ''Oh begitu. Bagus, bagus,'' jawab menteri kelahiran Takeran sambil mengangguk-anggukkan kepala. Sejenak, pak Dis minta penjelasan secara rinci, bagaimana dan apa keluhan yang dirasakan karyawan di bagian tower itu. Puas, pak Dis mengajak beberapa supervisor turun. Di sebuah ruangan kecil, pak Dis mengatakan, bahwa semua keluhan akan ditindak lanjuti. Utamanya, masalah stres dan menabuh bunyi-bunyian di bagian tower sebagai pelampiasan kegalauan karyawan.
''Ita, tolong, bapak-bapak ini anda beri penjelasan, bagaimana kinerja kita di Jawa Pos dulu. Bila perlu, besok, yang dibagian tower dibuatkan orkestra untuk konser musik. Anda kan mantan wartawan musik toh, jadi gampang untuk mengatur mereka,'' kata pak Dis kepadaku. Mendengar ucapan pak Dis kepadaku, beberapa supervisor tadi hanya menganggukkan kepala.
Jelas sekali, jika pak Dis kecewa. Jelas, bila pak menteri gundah.
DOSEN
Sampai akhirnya, akupun angkat bicara. Pada saat pak menteri mengenakan sepatu, akupun memberi pencerahan. Seperti seorang guru, akupun mengisahkan bagaimana sterilnya ruangan redaksi Jawa Pos. BApak-bapak, kataku memulai ''ceramah'' kecil''. Di Jawa Pos, peralatannya juga canggih karena ada alat cetak jarah jauh dan lain sebagainya yangberkaitan dengan satelit. Untuk menjaga itu semua, bukan berarti karyawan yang merokok tidak boleh merokok. Boleh. Asalkan di luar ruangan. Begitu juga dengan makan. Semuanya boleh dilakukan. Karena merupakan kebutuhan utama manusia. Namun, semuanya itu harus dilakukan pada tempatnya. Untuk merokok, haruslah di luar ruangan. Di dalam ruang redaksi, harus steril. Jadi, kataku lebih lanjut, tolong, di sediakan ruangan merokok bagi yang merokok. Sehingga, selain ruangan ber AC jadi segar dan bersih, peralatan super canggih yang dibelikan dengan uang rakyat bisa diperlihara dengan aman. Melihat aku berceramah seperti dosen di depan mahasiswa, pak Dis menahan senyum sambil pura-pura sibuk membetulkan tali sepatunya. Oalah....rek....rek. Dadi opo aku iki. Setelah itu, kamipun pamitan pulang. Di tengah perjalanan menuju mobil, kulihat ada seorang pejabat yang buru-buru hendak menemui kami. ''Mana pak menteri Dahlan,'' tanyanya kepadaku. Akupun segera menunjukkan dengan tanganku ke arah belakang. Kulihat pak Dis sibuk menelpon di temani tiga orang supervisor yang tadi kukuliahi. Sayup-sayup, ku dengar, pejabat yang berlari-lari itu meminta maaf pada pak Dis karena keterlambatannya itu. ''Maaf pak. Tadi saya ada di tempat lain,'' ucapnya memberi alasan. Akupun berlari menuju toilet karena dinginnya ruangan ''steril'' tersebut.
(bandara Soekarno-Hatta medio februari 2012)
Jumat, 11 Mei 2012
Anak Autis Ini IQ nya melebihi Enstain dan mengembangkan Teori Relativitas Sendiri
TEMPO
Interaktif, Jakarta - Seorang anak ajaib 12 tahun telah mengejutkan para
profesor universitas setelah dia bergulat dengan beberapa konsep paling maju
dalam matematika.
Jacob Barnett memiliki IQ 170 - lebih tinggi dari Albert Einstein - dan sekarang begitu maju dalam studinya di universitas Indiana sehingga para profesor itu antre meminta dia terlibat dalam penelitian PHD.
Anak ajaib itu, yang belajar sendiri kalkulus, aljabar, geometri dan trigonometri dalam seminggu, sekarang mengajari sesama teman kuliah setelah jam kuliah.
Dan sekarang Jake telah memulai proyek yang paling ambisius - versinya sendiri dari teori relativitas Einstein.
Ibunya, yang tidak yakin apakah anaknya sedang berbicara omong kosong atau jenius, mengirim video teorinya ke Institut for Advanced Studi di dekat Princeton University.
Menurut Indiana Star, profesor astrofisika institut itu Scott Tremaine - seorang ahli terkenal di dunia - membenarkan keaslian teori Jake.
Dalam sebuah email ke keluarga, Tremaine menulis: "Saya terkesan oleh minatnya dalam fisika dan jumlah yang ia telah pelajari sejauh ini. Teori yang dia sedang kerjakan melibatkan masalah paling sulit dalam astrofisika dan fisika teori. Siapa pun yang memecahkan ini akan pantas untuk Hadiah Nobel."
Namun bagi ibunya, Kristine Barnett, 36, dan keluarganya, matematika tetap menjadi subjek rumit. Berbicara kepada harian itu, Ny. Barnett mengatakan: "Saya gagal dalam matematika. Saya tahu (bakat) ini tidak datang dari saya."
Dan itu juga, menurutnya, bukan minat Jake. "Setiap kali saya mencoba berbicara tentang matematika dengan siapa pun di keluarga saya, mereka hanya menatap kosong".
Jake didiagnosis dengan sindrom Aspergers, bentuk ringan dari autis, dari usia dini. Orang tuanya yang khawatir ketika dia tidak bicara sampai usia dua tahun, mencurigai dia abnormal.
Hanya saat ia mulai tumbuh dewasa mereka menyadari betapa spesialnya dia. Dia akan mengisi buku catatan dengan gambar bentuk dan perhitungan geometris kompleks, sebelum mengambil pena dan menulis persamaan di jendela.
Pada usia tiga ia memecahkan puzzle yang memiliki 5.000 potongan dan ia bahkan mempelajari peta jalan negara, membaca setiap jalan raya dan awalan plat luar kepala.
Pada usia delapan ia telah meninggalkan sekolah menengah atas dan masuk kelas astrofisika lanjutan di Indiana University - Purdue University Indianapolis. Kehadirannya di kelas cukup menakutkan bagi banyak siswa berusia 18 tahun.
Berbicara kepada Indy Star, Wanda Anderson, seorang ahli biokimia terkenal, berkata: "Ketika saya pertama kali masuk dan melihatnya, saya berpikir, "Oh Tuhan, saya pergi ke sekolah dengan Doogie Howser (dokter muda dalam sebuah acara komedi)."
Dia menambahkan: "Banyak orang datang padanya untuk meminta bantuan ketika mereka tidak memahami masalah fisika."
Orang-orang datang kepadanya setiap saat dan berkata, "Hei Jake, Anda dapat membantu saya."
"Banyak orang berpikir orang jenius sulit untuk diajak bicara, tapi Jake menjelaskan hal-hal yang masih di luar kepala mereka."
Dan profesornya, John Ross, mengatakan penampilannya di kuliah telah menonjol. "Ketika dia bertanya, ia selalu dua langkah di depan materi kuliah. Semua orang di kelas terdiam. Dia duduk tepat di barisan depan, dan mereka semua hanya melihat ke arahnya."
"Dia akan datang menemui saya pada jam kantor dan mengajukan pertanyaan bahkan lebih rinci. Dan Anda bisa tahu dia sudah memikirkan hal-hal ini."
"Anak-anak seusianya biasanya akan mempunyai masalah menambahkan fraksi, dan dia membantu beberapa teman-temannya."
Menurut orang tuanya, Jake memiliki masalah tidur di malam hari saat ia terus memikirkan angka di kepalanya. Tapi jauh dari mengeluh, Jake telah mengubah malam tanpa tidur untuk keuntungannya - membongkar teori big bang.
Langkah berikutnya, menurut Profesor Ross, adalah Jake untuk meninggalkan kelas sama sekali dan mengambil peran penelitian dibayar.
Jacob Barnett memiliki IQ 170 - lebih tinggi dari Albert Einstein - dan sekarang begitu maju dalam studinya di universitas Indiana sehingga para profesor itu antre meminta dia terlibat dalam penelitian PHD.
Anak ajaib itu, yang belajar sendiri kalkulus, aljabar, geometri dan trigonometri dalam seminggu, sekarang mengajari sesama teman kuliah setelah jam kuliah.
Dan sekarang Jake telah memulai proyek yang paling ambisius - versinya sendiri dari teori relativitas Einstein.
Ibunya, yang tidak yakin apakah anaknya sedang berbicara omong kosong atau jenius, mengirim video teorinya ke Institut for Advanced Studi di dekat Princeton University.
Menurut Indiana Star, profesor astrofisika institut itu Scott Tremaine - seorang ahli terkenal di dunia - membenarkan keaslian teori Jake.
Dalam sebuah email ke keluarga, Tremaine menulis: "Saya terkesan oleh minatnya dalam fisika dan jumlah yang ia telah pelajari sejauh ini. Teori yang dia sedang kerjakan melibatkan masalah paling sulit dalam astrofisika dan fisika teori. Siapa pun yang memecahkan ini akan pantas untuk Hadiah Nobel."
Namun bagi ibunya, Kristine Barnett, 36, dan keluarganya, matematika tetap menjadi subjek rumit. Berbicara kepada harian itu, Ny. Barnett mengatakan: "Saya gagal dalam matematika. Saya tahu (bakat) ini tidak datang dari saya."
Dan itu juga, menurutnya, bukan minat Jake. "Setiap kali saya mencoba berbicara tentang matematika dengan siapa pun di keluarga saya, mereka hanya menatap kosong".
Jake didiagnosis dengan sindrom Aspergers, bentuk ringan dari autis, dari usia dini. Orang tuanya yang khawatir ketika dia tidak bicara sampai usia dua tahun, mencurigai dia abnormal.
Hanya saat ia mulai tumbuh dewasa mereka menyadari betapa spesialnya dia. Dia akan mengisi buku catatan dengan gambar bentuk dan perhitungan geometris kompleks, sebelum mengambil pena dan menulis persamaan di jendela.
Pada usia tiga ia memecahkan puzzle yang memiliki 5.000 potongan dan ia bahkan mempelajari peta jalan negara, membaca setiap jalan raya dan awalan plat luar kepala.
Pada usia delapan ia telah meninggalkan sekolah menengah atas dan masuk kelas astrofisika lanjutan di Indiana University - Purdue University Indianapolis. Kehadirannya di kelas cukup menakutkan bagi banyak siswa berusia 18 tahun.
Berbicara kepada Indy Star, Wanda Anderson, seorang ahli biokimia terkenal, berkata: "Ketika saya pertama kali masuk dan melihatnya, saya berpikir, "Oh Tuhan, saya pergi ke sekolah dengan Doogie Howser (dokter muda dalam sebuah acara komedi)."
Dia menambahkan: "Banyak orang datang padanya untuk meminta bantuan ketika mereka tidak memahami masalah fisika."
Orang-orang datang kepadanya setiap saat dan berkata, "Hei Jake, Anda dapat membantu saya."
"Banyak orang berpikir orang jenius sulit untuk diajak bicara, tapi Jake menjelaskan hal-hal yang masih di luar kepala mereka."
Dan profesornya, John Ross, mengatakan penampilannya di kuliah telah menonjol. "Ketika dia bertanya, ia selalu dua langkah di depan materi kuliah. Semua orang di kelas terdiam. Dia duduk tepat di barisan depan, dan mereka semua hanya melihat ke arahnya."
"Dia akan datang menemui saya pada jam kantor dan mengajukan pertanyaan bahkan lebih rinci. Dan Anda bisa tahu dia sudah memikirkan hal-hal ini."
"Anak-anak seusianya biasanya akan mempunyai masalah menambahkan fraksi, dan dia membantu beberapa teman-temannya."
Menurut orang tuanya, Jake memiliki masalah tidur di malam hari saat ia terus memikirkan angka di kepalanya. Tapi jauh dari mengeluh, Jake telah mengubah malam tanpa tidur untuk keuntungannya - membongkar teori big bang.
Langkah berikutnya, menurut Profesor Ross, adalah Jake untuk meninggalkan kelas sama sekali dan mengambil peran penelitian dibayar.
Langganan:
Postingan (Atom)